Siapa, sih, yang belum pernah dengar kata ramen? Makanan khas asal Negara Matahari Terbit ini cukup populer di Indonesia, lho—dibuktikan dengan banyaknya restoran ramen yang berdiri sampai ke pelosok negeri. Sebagian mengadopsi resep autentik dari negara asalnya, sebagian merasa perlu memodifikasi rasa untuk mencocokkan dengan lidah Indonesia. Nah, sebelum sepopuler sekarang, sudah pasti ada perjalanan panjang bahkan di negara asalnya. Ternyata, begini lho sejarah ramen di Jepang!

Tokugawa Mitsukuni–atau lebih dikenal dengan nama Mito Komon–tercatat sebagai orang Jepang pertama yang mencicipi mie buatan Tiongkok, yang menjadi cikal bakal ramen yang kita kenal sekarang. Ia adalah Daimyo Jepang yang berpengaruh di bidang politik pada awal zaman Edo. Mitsukuni dikenal sebagai penggemar makanan enak dan suka mencicipi berbagai macam makanan khas daerah selama perjalanannya ke pelosok-pelosok Jepang. Dalam sebuah catatan sejarah tentang Mitsukuni pada abad ke-17, ditunjukkan bahwa seorang pengungsi dari Tiongkok bernama Zhu Shun Shui yang tinggal di Mito, memberikan saran kepada Mitsukuni tentang cara menyiapkan mie kuah–yang mungkin saja mirip dengan ramen yang kita kenal sekarang.

Meski begitu, mie buatan Tiongkok ini belum tersebar luas ke masyarakat umum di era Tokugawa Mitsukuni. Ketika pelabuhan di Hakodate dibuka pada tahun 1859, banyak orang, budaya, dan makanan asing yang mengalir masuk. Pada masa inilah mie Tiongkok yang merupakan akar dari ramen diperkenalkan ke Jepang. Tanggal 12 April 1884, ditemukan iklan Nankinsoba yang dimuat di Hakodate Shimbun–dibuat oleh sebuah restoran barat bernama Yowaken. Meski tidak ada yang mengetahui bentuk, deskripsi, dan fotonya, Nankinsoba diyakini sebagai salah satu cikal bakal ramen.

Tahun 1910 menjadi tahun penting dalam sejarah ramen. Pada tahun tersebut, Kanichi Ozaki–yang merupakan mantan pejabat kantor bea cukai Yokohama–membuka kedai ramen pertama di Jepang yang diberi nama ‘Asakusa Rairaiken’. Untuk menjalankan kedai ramen ini, ia mempekerjakan 13 koki Tiongkok dari Nankinmachi dan Yokohama. Konon, ketika sedang ramai dikunjungi seperti pada waktu tahun baru, Rairaiken bisa menjual hingga 2500-3000 porsi ramen setiap harinya.

Baca juga: Jual Hingga 3000 Porsi per Hari, Ini Dia Kedai Ramen Pertama di Jepang! 

Rairaiken menciptakan resep baru untuk ramen dan menggunakannya untuk menarik pelanggan. Berbeda dengan mie kuah ala Tiongkok pada umumnya, Rairaiken membuat kaldu dari rebusan tulang ayam dan babi dengan tambahan shoyu atau kecap asin. Sementara itu, untuk toppingnya, Rairaiken menggunakan potongan babi panggang, rebung, dan potongan daun bawang. Resep ramen ala Rairaiken ini diyakini sebagai bentuk ramen yang orisinal.

Ramen terus mengalami peningkatan popularitas hingga Perang Dunia II. Sekitar tahun 1950, kedai ramen membludak di seluruh negeri dan melahirkan berbagai macam variasi yang tak terhitung banyaknya.

Saat ini, masing-masing wilayah di Jepang memiliki ramen dengan ciri khas tersendiri. Misal, Sapporo sebagai tempat kelahiran Miso Ramen–menyajikan ramen dengan kuah miso dan mie keriting dengan kadar air yang cukup tinggi. Kaldunya dibuat dari rebusan tulang babi, atau tulang babi, tulang ayam, dengan lemak babi dan bawang putih. Rasanya cukup kuat, volumenya cukup besar, dan mengenyangkan.

Ada juga Hakata yang identik dengan kuah Tonkotsu. Mie yang digunakan adalah jenis mie lurus, tipis, dengan kadar air rendah. Kaldunya terbuat dari tulang babi, menggunakan bawang putih yang sudah diparut sebagai bumbu masak utamanya–untuk menghilangkan bau yang menyengat. Dua ramen ini sudah sampai ke Indonesia dan bisa dengan mudah kamu temukan di kedai ramen terdekat, lho.

Wah, panjang juga ya perjalanan ramen di negeri asalnya! Hebatnya lagi, makanan khas Jepang ini sudah jadi comfort food bahkan untuk orang-orang Indonesia, lho. Hari ini, sudah makan ramen belum, nih?